Jumat, 25 Desember 2009

Renungan Tarbawi

Mengemban Risalah Menghadapi Masa Lemah PDF Cetak Email
Agama bukan hanya ma'rifah qolbiah (Perasaan jiwa) yang tidak terkait kata lisan dan amal perbuatan. Prasangka bid'ah yang tak dikenal dalam Islam kecuali dari jiwa-jiwa yang mereguk pemahaman agama bukan dari sumbernya yang benar.
Sudah merupakan suatu keniscayaan jika hakikat ini diakui dan dikokohkan oleh para pengemban risalah. Sesuatu yang harus dijadikan titik tolak mengemban risalah dan menyampaikannya ke dalam jjiwa-jiwa manusia serta harus dijadikan pembela menghadapi ujian-ujian para pembawa risalah.


Pada hari ini pemahaman Islam telah menjadi asing seperti pertama kali munculnya risalah Nabi kita Muhammad Salallahu Alaihi Wasalam. Tidak ada yang dapat mempamorkannya kembali kecuali di tangan para pengemban risalah yang disifatkan ghuraba oleh Rasulullah Salallahu Alaihi Wasalam dalam sabdanya :
بدأ الإسلام غريبا و سيعود غريبا كما بدأ فطوبى للغرباء
Islam bermula asing dan akan kembali asing sebagaimana mulanya, beruntunglah orang-orang yang asing itu". (Hr. Muslim, Kitab Al Iman : 1/130, Nomor 232)
Merekalah satu-satunya yang dapat menampilkan agama sesegar diturunkannya, sebagaimana diungkapkan Imam Ahmad : mereka dapat menepis penyelewengan para pelampau batas, permainan kaum bathilin dan pena`wilan kaum jahilin.

Sehingga, orang-orang jahil menuduh dan membuat makar busuk terhadap mereka. Akan tetapi, setiap kali beban semakin berat, semakin tampak hari cerah mendekati mereka, agama tegak seperti mulanya, dan janji Allah akan tetap terwujud, setiap kali syarat-syaratnya mewujud.
إِنَّا لَنَنصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ ءَامَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ اْلأَشْهَادُ
Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman pada kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat), (QS. 40:51)

Ibnu katsir rahimahullah berkata: "Ini adalah sunatullah untuk makhlukNya, dahulu dan kini : yaitu Dia akan menolong hamba-hambaNya yang beriman di dalam dunia dan menyejukan mata mereka dari siapa saja yang memusuhi mereka. As Sudiy berkata: " Allah Subhanahu Wata'ala tidak mengutus seorangpun kepada satu kaum lalu mereka membunuhnya atau satu kelompok kaum muslimin, lalu merekapun dibunuh, maka pasti Allah lenyapkan abad itu dengan mengutus orang-orang yang akan menolong mereka untuk menuntut balas darah-darah mereka dari para pelakunya di dalam dunia". (Tafsir Al Qur`an Al `Adzim : 4/83-84)

Akan tetapi sunatullah dalam mengemban risalah mengharuskan adanya ujian-ujian pemilihan dan penyucian, hingga terbedakanlan antara yang busuk dengan yang baik. Saat menjelaskan makna firman Alllah Subhanahu Wata'ala
وَتِلْكَ اْلأَيَّامُ نُدَاوِلُهاَ بَيْنَ النَّاسِ
Kami pergilirkan masa-masa di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); (QS. 3:140)

Ibnu katsir berkata : artinya "terkadang musuh menguasai kalian, walaupun kemenangan akhir tetap milik kalian, untuk suatu hikmah yang baik untuk kalian”. (Tafsir Al Qur`an Al `Adzim : 1/408)

Tidak ada satu fadhilahpun yang Allah berikan kepada Bani Israel kecuali setelah ujian-ujian yang menimpa mereka di dalam kehidupan.
وَأَوْرَثْنَا الْقَوْمَ الَّذِينَ كَانُوا يُسْتَضْعَفُونَ مَشَارِقَ اْلأَرْضِ وَمَغَارِبَهَا الَّتِي بَارَكْنَا فِيهَا

Dan Kami pusakakan kepada kaum yang telah tertindas itu, negeri-negeri bahagian timur bumi dan bahagian baratnya yang telah Kami beri berkah padanya. (QS. 7:137)

Karena itu, generasi para sahabat diliputi berbagai ujian dalam segala hal. Akan tetapi janji Nabi tentang kemenangan agama ini dan kekuasaanya terhadap orang-orang kafir telah memenuhi iman di tenggorokan mereka serta menghilangkan penat-penat perjalanan mereka. Diantaranya sabda Rasulullah Salallahu Alaihi Wasalam. :
و الله ليتمن الله هذا الأمر حتى يسير الراكب من صنعاء إلى حضرموت لا يخاف إلا الله أو الذئب على غنمه و لكنكم تستعجلون
"Demi Allah, Dia akan menyempurnakan urusan ini hingga seorang pengendara berjalan dari Shan'a ke Hadramaut tidak merasa takut kecuali kepada Allah, padahal srigala di atas kambingnya akan tetapi kalian tergesa-gesa".(Hr. Al Bukhari dalam Fathul Bari, Kitab Al Manaqib, 6/619 Hadits Nomor : 3612)

Bahkan, saat beliau Salallahu Alaihi Wasalam keluar berhijrah dari kota Makkah, beliau melihat di balik kejadian ini adalah kedaulatan dan ketinggian agama yang memberikan kekokohan sahabatnya Ash Shidiq Radhiallhu Anhu dengan sabdanya : " Jangan berduka sesungguhnya Allah bersama kita” (At Taubah : 40), serta menjanjikan Suraqoh istana Kisra.

Semua yang beliau Salallahu Alaihi Wasalam sampaikan bukan semata-mata janji yang kosong dari sebab-sebab terwujudnya, akan tetapi sebuah janji yang pasti datang menepis keputusasaan.
Menyingkirkan perasaan lemah dari kepribadian merupakan satu jalan menuju tangga ketinggian bagi agama ini menuju tujuannya, serta salah satu sebab kenikmatan yang diberikan Allah kepada hamba-hambaNya yang lemah.

Melatih kepribadian menghilangkan perasaan lemah dan menolaknya dengan kesungguhan dan perjuangan merupakan suatu keniscayaan pengemban risalah. Perasaan lemah bukan kondisi lazim yang tidak mungkin dilepaskan, akan tetapi dia hanyalah salah satu bentuk ujian yang wajib dihalangi dan diperangi.

Ujian bukan murni keburukan, akan tetapi mengandung pintu kebaikan. Dialah yag menghatarkan seseorang ke maqam akhyar(pilihan) dan memperkuat hubungan kepada Allah. Nabi Salallahu Alaihi Wasalam bersabda:
إن من أشد الناس بلاء الأنبياء ثم الذين يلونهم ثم الذين يلونهم
"Diantara manusia yang paling keras ujuannya adalah para Nabi, kemudian orang-orang sesudah mereka dan orang-orang yang selanjutnya" (Hr. Imam Ahmad di dalam Musnadnya: 6/369 Nomor hadits : 27124. Lihat Silsilah Al Ahadits Ash Shahihah : 2/66)
Beliau Salallahu Alaihi Wasalam Bersabda :
إن عظم الجزاء مع عظم البلاء و إن الله إذا أحب قوما ابتلاهم فمن رضي فله الرضا و من سخط فله السخط
"Kebesaran pahala ada bersama besarnya ujian, jika Allah mencintai suatu kaum, diujilah mereka, barangsiapa yang ridha, maka Allah meridhoinya dan barang siapa yang murka, maka Diapun memurkainya". (Hr. At Tirmidzi : Nomor 2398)

Akan tetapi diantara sikap berlebih-lebihan dalam beragama adalah bermain di tempat-tempat fitnah dan berusaha terjatuh di dalamnya, berdasarkan sabda Rasulullah Salallahu Alaihi Wasalam. :
لا ينبغي للمؤمن أن يذل نفسه قالوا : و كيف يذل نفسه ؟ قال : يتعرض من البلاء لما لا يطيق
"Tidak patut seorang muslim menghihnakan dirinya" mereka bertanya ? bagaimanakah meng hinakan diri? Beliau bersabda: menyongsong ujian sesuatu yang tidak di sanggupi". (Hr. Ibnu Majah : Nomor 4016)

Nabi Salallahu Alaihi Wasalam yang merupakan pejuang agung mengancam para sahabatnya yang berharap berjumpa dengan musuh dalam sabdanya:
لا تمنوا لقاء العدو وسلوا الله العافية فإذا لقيتموهم فاصبروا
"Janganlah kalian berharap berjumpa musuh, mintalah afiat kepada Allah. Jika kalian berjumpa mereka, bersabarlah". (Hr. Al Bukhari : Nomor 3026)

Ibnu Baththol berkata : "Hikmah larangan tersebut adalah bahwa seseorang tidak tahu apa akhir urusannya, itulah perlunya diiringi permintaan afiat dari fitnah. Ash Shiddiq berkata: "Aku diberikan afiat lalu bersyukur lebih aku cintai dari pada aku diuji lalu bersabar". (Fathul Bari : 6/181)

Karnanya, sebuah kesalahan jika para pengemban risalah yang menghadapi masa-masa sulit dalam perjalanan dakwah berusaha menempuh lingkaran-lingkaran fitnah yang mungkin tidak disanggupinya atau duduk-duduk bersama mereka.

Akan tetapi seharusnya mereka putuskan perjalanan takwa mereka dengan manhaj ahlus sunnah wal jama'ah. Jika tidak, mereka akan terjerembab manhaj berani atau jumud.

Keduanya adalah dua manhaj yang tidak boleh ditempuh kecuali oleh mereka yang ingin menyeleweng dari Islam dan mengira mereka berbuat kebaikan. Dasar-dasar mereka tidak akan kokoh kecuali dengan memenggal nash-nash, terkadang ta'thil atau ta'wil menurut hawa nafsu pribadi dan i'tiqod-i'tiqod dasar pendahulunya.

Dalam mengobati penyelewengan, mereka yang berjalan dengan dua manhaj tersebut menggunakan penyelewengan pula. Di antara mereka ada yang berpendapat harusnya menyingkirkan jihad sampai munculnya imam ghoib, seperti propaganda kaum syi'ah rafidhah.

Atau mengartikan jihad sebagai bentuk ritual yang melemahkan badan, seperti langkah tasawuf, atau ada pula yang berpendapat bahwa pedang adalah kewajiban syar'i satu-satunya yang harus ditempuh dalam meluruskan apa saja yang tampak bertentangan dengan agama, seperti pemahaman Khawarij.

Berbeda dengan ahlus sunnah wal jama'ah yang mengambilnya sesuai takaran, dengan menjaga kondisi dan akibat berbagai perkara dan menampilkan agama sesuai tujuannya dengan penuh wasatiyah dan keadilan. (Renungan Tarbiyyah/Du'at at-tauhid prees/oleh Dr Jalaludin Shalih)

Tidak ada komentar: